Masih ingat cerpen sebelumnya yang berjudul sahabat kecil? nah, kali ini aku share ke kalian versi dramanya. Yuk di intip dulu :)
Pagi itu seperti biasa Ika menunggu Devan di depan rumahnya. Sudah menjadi kebiasaan rutin bagi Devan untuk mengantar jemput Ika setiap hari. Akan tetapi yang terjadi pagi itu berbeda.
Pagi itu seperti biasa Ika menunggu Devan di depan rumahnya. Sudah menjadi kebiasaan rutin bagi Devan untuk mengantar jemput Ika setiap hari. Akan tetapi yang terjadi pagi itu berbeda.
Ika : “Haduh, Devan kemana sih? Sudah hampir
siang begini belum kunjung datang.”
Dengan
sigap Ika mengambil ponsel yang disimpannya di tas dan menghubungi Devan.
Devan : “Halo, ada apa, Ka?”.
Ika : “Kamu dimana, Van? Dari tadi aku menunggumu
di depan rumah. Hampir lumutan nih!”.
Devan : “Astaga! Ika maaf. Aku sudah di sekolah dan.
. .”
Ika menutup sambungan
telepon sepihak tanpa mendengarkan penjelasan Devan lebih lanjut dan langsung
mematikan ponselnya. Dengan sebal, Ika melangkah menuju garasi untuk mengambil
motornya. Sesampai di sekolah.
Devan : “Ka, kok ponselmu mati sih? Aku dari tadi
neleponin kamu terus tau!”.
Ika :“Ponselku lowbat. Ada urusan apa kamu barusan, sampai-sampai kamu lupa
menjemputku? Ini sudah ketiga kalinya kamu begini”.
Devan : “Maaf Ka, Barusan aku menjemput Ririn”.
Ika : “Astaga, belakangan kamu selalu
memberiku alasan yang sama! Oh iya, aku lupa sekarang kamu sudah punya pacar.
Maaf deh. Mulai sekarang kamu tidak perlu menjemputku. Aku bisa sendiri.”.
Belum sempat Devan
membela diri, Seorang guru memasuki ruang kelas. Dengan terpaksa, Devan kembali
ke bangkunya. Setelah lewat beberapa jam, bel tanda pelajaran usai berbunyi.
Niat Devan untuk melakukan pembelaan terpaksa di urungkan lagi karena Ririn
sudah menunggunya. Sore harinya Devan mengunjungi rumah Ika.
Ibu Ika : “Oh, ternyata nak Devan. Mari
masuk. Nyari Ika ya?”.
Devan : “Hehe, tante tau aja. Iya, Devan mau cari Ika,
tan. Ika-nya ada?”.
Ibu
Ika : “Ada. Itu dia lagi
duduk-duduk di halaman belakang. Langsung samperin kesana aja Van.”.
Devan : “Iyadeh tante, Devan permisi mau nyari Ika
dulu. Uhm.. Tan, Devan boleh mampir ke dapur dulu gak? Mau minta minum nih.
Haus banget sehabis latian langsung meluncur ke sini. Hehehe..”
Ibu
Ika : “Boleh. Devan ambil
sendiri aja di dapur ya . Tante sekarang harus berangkat ke kantor papa Ika
dulu, ada berkas yang perlu tante bawakan. Di kulkas juga ada pudding kesukaan
kalian. Sekalian bawain Ika ya. Masih inget tempat dapurnya kan?”.
Devan : “Wah,wah. Devan dapet paket plus, plus nih
tan. Hahaha.. Masih dong. Sudah hampir 11 taun sering maen-maen ke sini, kalo
Cuma letak dapur sih masih inget banget tan.”.
Puas dengan jawaban
Devan, Ibu Ika pamit pergi. Selepas Ibu Ika pergi, Devan memasuki dapur dan
tidak sengaja melihat Ika tengah duduk di ayunan halaman belakang. Sesampai di
halaman belakang.
Devan : “Hey Ka, sedang apa? Senang sekali disini.”.
Ika : “Menurut kamu?”.
Devan : “Hmm.. Tempat ini sejuk, tenang, dan bisa
membuat pikiran jadi tenang Apalagi sore-sore gini, Hahhh… nyaman banget. Ini
tempat nongkrong favorite kita
dulu.”.
Ika : “Itu kamu sudah tahu sendiri. Kenapa bertanya
lagi? Tidak hanya dulu, sampai sekarang tempat ini masih jadi tempat nongkrong favoriteku.”.
Devan : “Aku juga sama. Tempat ini masih menjadi
tempat favoriteku. Yah, walaupun
sekarang sudah jarang nongkrong disini sih.”.
Ika menatap Devan
lekat-lekat. Ia sadar bagaimana makna Devan di hidupnya. Di saat yang
bersamaan, Devan juga menoleh ke arah Ika. Devan pun sadar bagaimana makna Ika
di hidupnya.
Devan : “Ika, kamu masih marah sama aku?”.
Ika : “Tidak, aku sudah melupakannya.
Pertemanan 11 tahun kita, tidak akan pupus begitu saja hanya karena hal kecil
seperti ini. Aku udah kenal kamu luar dalem, Van.”
Devan : “Mm. “Friendship
forever? Sahabat kecilku?”.
Ika : “Yes,
friendship forever.
Kedunya lantas
mengaitkan kedua kelingking mereka seperti kebiasaan dulu, saat mereka saling
memaafkan dan berbaikan. Setelah itu Devan merangkul pundak Ika sambil mulai
menyanyikan lagu favorite mereka
berdua yang kemudian diikuti juga oleh Ika.
0 komentar:
Posting Komentar