“Bagus
deh. Berarti gue punya kesempatan buat deketin Diana.”, ujar Lucas santai.
“Uhuk-uhuk..”,
tiba-tiba Devan yang sedang minum tersedak mendengar ucapan Lucas. Tatapannya
pun teralihkan pada Lucas sekarang. “Maksudnya, elo mau ngincer Diana gitu?”,
tanyanya masih tidak percaya.
“Iya,
emang kenapa? Boleh dong. Diana kan jomblo, dan lo tau sendiri dari dulu gue
suka sama Diana.”, jawab Lucas lagi.
“Awas
aja elo berani mainin Diana. Elo bakal berhadapan sama gue.”, ujar Devan
langsung meninggalkan Lucas tanpa membiarkannya menjawab sepatah kata pun.
Diatas adalah sepenggal percakapan antara Lucas dan Devan. Apa yang mereka perdebatkan? Langsung di klik! :)
“Yo
sob! Ngapain lo disini?”, tanya Lucas pada Devan. Lucas adalah teman satu
teamnya. “Ngga latian lo?”.
Devan
yang tadinya sibuk dengan bakso di mangkuknya terpaksa mengalihkan perhatiannya
pada Lucas. “Huh, ganggu aja lo! Iya bentar. Gue ngisi energy dulu nih. Biar
bisa mantep maennya.”, ujarnya.
“Tapi
15 menit lagi kita udah masuk kelas. Buruan ah!”, gerutu Lucas tidak sabaran.
Karena perkataannya tidak di gubris oleh Devan, akhirnya Lucas menarik paksa
Devan ke lapangan basket. “Wooy, pelan-pelan dong. Bakso gue belum habis
dodol!”, ujar Devan kesal, namun ia sudah tidak bisa melepaskan diri dari
cengkraman Lucas. Ia pun menyerah dan mengikuti Lucas menuju lapangan basket.
10
menit kemudian Devan sudah kembali ke kelasnya. Tidak seperti biasa, hari itu
ia merasa malas bermain basket. Dari kejauhan ia sudah bisa melihat Diana
tengah duduk sendirian di bangku nomer 2 dari depan dan tepat dibelakang Diana,
adalah tempat duduknya dan Lucas. Sambil tersenyum sumringah, ia pun bergegas
menghampiri Diana.
“Hay
cewek, lagi ngapain tuh?” tanyanya sambil memasang tampang sok imut.
“Elo
rabun ya? Jelas-jelas gue lagi baca.”, jawab Diana tidak mengalihkan sedikit
pun dari novel yang sedang dibacanya.
“Idih,
galak bener ni cewek. Kalau kayak gini, cowok mana coba yang berani deketin
elo.”, ujar Devan.
“Cowok
kayak elo.”, jawab Diana lagi tanpa menoleh sedikit pun dari novelnya. “Nih elo
lagi usaha deketin gue kan?! Dasar bego!”.
“Enak
aja bilang gue bego. Gue mah pinter tau!”, kata Devan tidak terima.
“Fitnah
lo.”, ujar Diana tak acuh.
“Huh..
Cewek aneh!”, gerutu Devan. “Baca novel apa sih dari tadi sampe gue ngomong
ngga di perhatiin?!”, tanya Devan yang merasa disaingi oleh sebuah novel.
“Elo
jadi cowok bawel banget sih.”, kata Diana yang akhirnya mengalihkan
perhatiannya pada Devan. “Kok tumben udahan maen basketnya? Kan belum bel
masuk.”, tanyanya kemudian.
“Soalnya
gue kangen sama elo. Hahaha”, jawab Devan iseng dan disambut jitakan dari
Diana. “Aduh.. Sakit dodol!”, gerutunya.
“Itu
hadiah buat elo yang suka ngomong asal.”, jawab Diana santai. “Ngapain lo
kangen gue? Kenapa lo gak kangen sama Jenny aja? Dia kan pacar elo.”.
“Waw,
kayaknya ada yang jealous nih.”,
gumam Devan jail yang langsung
mencomot snack Diana dan membawanya
pergi.
“Devaaannn!
Kurang kerjaan banget gue jealous
sama elo.”, jerit Diana kesal. “Kembaliin snack
gue!”. Jeritan Diana yang bisa menandingi suara penyanyi seriosa itu sukses
memancing perhatian seisi kelas. Mereka yang sudah tidak asing lagi dengan
suasana itu hanya menoleh sesaat dan geleng-geleng kepala sambil tersenyum.
***
Sore
harinya Devan kembali berlatih basket. Besok team sekolah mereka akan
bertanding untuk memperebutkan tiket menuju final. Di ruang ganti tersisa Devan
dan Lucas yang sama-sama sibuk berganti pakaian. Teman-temannya yang lain sudah
lebih dulu selesai dan pulang kerumah masing-masing.
“Gue
duluan ya Cas. Ada perlu nih.”, katanya sambil tersenyum penuh arti. Seketika
Lucas pun mengerti apa maksud temannya itu.
“Tau
dah pasangan baru. Bawaannya pengen ketemu mulu.”, jawab Lucas. “Cewek yang
biasa nungguin lo sepulang sekolah itu beneran cewek lo Van? Kok bisa sih dapet
cewek cantik plus manis kayak dia?”.
“Weits,
jangan salah sob! Gue kan gak jelek-jelek amat. Hahaha”, saut Devan.
“Gue
kira cewek itu pacar cowok yang sering dia ajak nungguin elo.”, gumam Lucas.
“Lagian gue pikir elo tuh pacarannya sama Diana.”.
“Oh
si Marcel? Ya ngga lah! Dia kan cewek gue.”, jawab Devan bangga. “Idih, Diana?
Gue emang deket sama dia gara-gara dari kecil udah temenan. Itu doang kok gak
lebih.”, lanjutnya.
“Bagus
deh. Berarti gue punya kesempatan buat deketin Diana.”, ujar Lucas santai.
“Uhuk-uhuk..”,
tiba-tiba Devan yang sedang minum tersedak mendengar ucapan Lucas. Tatapannya
pun teralihkan pada Lucas sekarang. “Maksudnya, elo mau ngincer Diana gitu?”,
tanyanya masih tidak percaya.
“Iya,
emang kenapa? Boleh dong. Diana kan jomblo, dan lo tau sendiri dari dulu gue
suka sama Diana.”, jawab Lucas lagi.
“Awas
aja elo berani mainin Diana. Elo bakal berhadapan sama gue.”, ujar Devan
langsung meninggalkan Lucas tanpa membiarkannya menjawab sepatah kata pun.
Tiba-tiba perasaan aneh merasuk ke dalam hati Devan. ‘Perasaan tidak rela’ dan
ingin melindungi. Ia pun melajukan mobilnya secepat mungkin dari tempat itu.
Tak lama kemudian sampailah ia di depan rumah Jenny. Di sana Jenny sudah siap
menunggu di depan pintu rumah.
“Hay,
Van. Mau jalan sekarang.”, tanya Jenny semangat.
“Iya.”,
jawab Devan datar. Di telinganya masih terngiang-ngiang perkataan Lucas
barusan. Mendengar jawaban Devan yang datar dan tidak seperti biasanya, Jenny
hanya diam dan masuk kemobil Devan. Sepanjang perjalanan tidak ada sepatah
katapun yang meluncur dari mulut keduanya. Setelah melintasi jalan yang padat
dengan kendaraan, akhirnya mereka sampai di taman kota.
“Akhirnya
sampai juga.”, kata Jenny berusaha membuka pembicaraan. “Kita mau makan dulu
atau keliling-keliling dulu?”.
“Terserah
elo.”, jawab Devan datar. Perasaannya masih tidak karuan saat ini.
“Yaudah,
kita duduk di sebelah sana dulu yuk.”, kata Jenny sambil menunjukkan sebuah
bangku di taman itu. “Hmm.. Elo kenapa Van? Kok ngga kayak Devan yang
biasanya.”, tanyanya lagi setelah sukses mengajak Devan duduk di tempat yang ia
ajukan tadi.
“Gue
kepikiran Diana, Jen.”, jawab Devan to
the point.
“Hah?
Diana? Tumben elo kepikiran Diana sampe segininya. Bukannya elo hobby banget
berantem sama dia?!”, tanya Jenny tidak mengerti sambil memasang ekspresi wajah
–elo-kesambet-ya-.
“Ngga
tau nih, pas tadi Lucas bilang pengen jadiin Diana pacarnya, gue jadi kepikiran
Diana.”, jawab Devan. Kini matanya tengah menerawang lurus kedepan,
mencerminkan bahwa pikirannya sedang melayang-layang entah kemana.
“Elo
mulai naksir dia ya Van?”, tanya Jenny iseng sambil tersenyum jail. “Wah,
kayaknya ada yang senjata makan tuan nih”.
“Heleh,
ngga gitu juga kale.”, jawab Devan cepat. “Lagian gue udah lama banget temenan
sama Diana. Gue gak mungkin suka sama dia.”.
“Elo
Cuma belum sadar, Van. Lagian suatu hubungan itu berawal dari pertemanan.”,
ujar Diana. “Gue yakin Diana pasti ngerasain hal yang sama kayak elo sekarang,
waktu lo minta gue jadi pacar elo. Tinggal nunggu waktu aja sampai kalian
berdua menyadari perasaan kalian masing-masing.”, lanjut Jenny sambil tersenyum
penuh arti.
***
Kriingg,
kriingg.. Hp Diana berdering, sesaat kemudian terdengar jawaban dari si empunya
hp.
“Hallo,
ada apa Cas?”, jawab Diana. ---ternyata yang menelepon adalah Lucas, teman
basket Devan---
“Hay
Di, elo sibuk ngga? Kita lunch yuk?”,
tanya Lucas dari seberang telepon.
“Hah?
Lunch? Nggak salah tuh. Sore-sore kok
ngajakin lunch sih. Hahaha”, tawa
Diana pecah.
“Oh,
udah sore ya, hehe.. Sorry.”, kata
Lucas malu-malu. “Hmm.. Elo mau gak makan keluar sama gue?”, lanjutnya.
“Kalo
makan ice cream sih gue mau.”, ujar Diana.
“Oke,
ntar lagi gue jemput. Bye.”, kata Lucas lagi.
“Sip,
bye.”, ---klik--- saut Diana sambil memutuskan pembicaraan mereka.
10
menit kemudian, Lucas sudah nangkring di depan rumah Diana. Tak lama setelah
itu Diana pun muncul dan langsung duduk manis di jok blakang motor Lucas. Tanpa
banyak cengcong lagi, mereka berdua langsung meluncur ke salah satu tempat yang
menjual ice cream.
“Yuummy,
gue suka ice cream choco chip!!”,
ujar Diana senang. “Thanks ya Cas.. Ngomong-ngomong ada angin apa ni, kok elo
tumben nraktir gue ice cream?”,
tanyanya dengan mulut yang penuh dengan ice
cream.
“Hmm,
elo mau gak jadi pacar gue, Di?”, tanya Lucas ragu-ragu.
“What?! Serius lo? Elo gak lagi mabuk kan
Cas?”, ujar Diana tidak percaya.
“Gue
serius, Di. Gue ngomong gini dalam keadaan sadar!”, kata Lucas mulai tidak
sabaran. “Gimana? Elo mau?”.
Diana
diam sejenak untuk memikirkan jawabannya. Seketika terlintas memory saat Devan meminta Jenny untuk
menjadi pacarnya. Dan entah kenapa, tiba-tiba perasaan aneh masuk kebenak
Diana. ‘Perasaan tidak rela’. “kenapa juga gue inget-inget hal itu. Gak
penting!”, rutuknya dalam hati. Buru-buru ia menyingkirkan perasaan itu dan
menjawab pertkataan Lucas, “Gue pikirin dulu deh, besok gue kasih jawabannya”.
Setelah berhasil menjawab, Diana buru-buru pergi meninggalkan Lucas dan ice cream yang belum sempat ia habiskan tanpa memberikan Lucas kesempatan untuk
menjawab.
---to be continued---
---to be continued---
0 komentar:
Posting Komentar