Pages - Menu

topbella

Senin, 05 November 2012

Untitled (TUJUH)


“Bagus deh. Berarti gue punya kesempatan buat deketin Diana.”, ujar Lucas santai.

“Uhuk-uhuk..”, tiba-tiba Devan yang sedang minum tersedak mendengar ucapan Lucas. Tatapannya pun teralihkan pada Lucas sekarang. “Maksudnya, elo mau ngincer Diana gitu?”, tanyanya masih tidak percaya.

“Iya, emang kenapa? Boleh dong. Diana kan jomblo, dan lo tau sendiri dari dulu gue suka sama Diana.”, jawab Lucas lagi.

“Awas aja elo berani mainin Diana. Elo bakal berhadapan sama gue.”, ujar Devan langsung meninggalkan Lucas tanpa membiarkannya menjawab sepatah kata pun.
Diatas adalah sepenggal percakapan antara Lucas dan Devan. Apa yang mereka perdebatkan? Langsung di klik! :)



“Yo sob! Ngapain lo disini?”, tanya Lucas pada Devan. Lucas adalah teman satu teamnya. “Ngga latian lo?”.
Devan yang tadinya sibuk dengan bakso di mangkuknya terpaksa mengalihkan perhatiannya pada Lucas. “Huh, ganggu aja lo! Iya bentar. Gue ngisi energy dulu nih. Biar bisa mantep maennya.”, ujarnya.
“Tapi 15 menit lagi kita udah masuk kelas. Buruan ah!”, gerutu Lucas tidak sabaran. Karena perkataannya tidak di gubris oleh Devan, akhirnya Lucas menarik paksa Devan ke lapangan basket. “Wooy, pelan-pelan dong. Bakso gue belum habis dodol!”, ujar Devan kesal, namun ia sudah tidak bisa melepaskan diri dari cengkraman Lucas. Ia pun menyerah dan mengikuti Lucas menuju lapangan basket.
10 menit kemudian Devan sudah kembali ke kelasnya. Tidak seperti biasa, hari itu ia merasa malas bermain basket. Dari kejauhan ia sudah bisa melihat Diana tengah duduk sendirian di bangku nomer 2 dari depan dan tepat dibelakang Diana, adalah tempat duduknya dan Lucas. Sambil tersenyum sumringah, ia pun bergegas menghampiri Diana.
“Hay cewek, lagi ngapain tuh?” tanyanya sambil memasang tampang sok imut.
“Elo rabun ya? Jelas-jelas gue lagi baca.”, jawab Diana tidak mengalihkan sedikit pun dari novel yang sedang dibacanya.
“Idih, galak bener ni cewek. Kalau kayak gini, cowok mana coba yang berani deketin elo.”, ujar Devan.
“Cowok kayak elo.”, jawab Diana lagi tanpa menoleh sedikit pun dari novelnya. “Nih elo lagi usaha deketin gue kan?! Dasar bego!”.
“Enak aja bilang gue bego. Gue mah pinter tau!”, kata Devan tidak terima.
“Fitnah lo.”, ujar Diana tak acuh.
“Huh.. Cewek aneh!”, gerutu Devan. “Baca novel apa sih dari tadi sampe gue ngomong ngga di perhatiin?!”, tanya Devan yang merasa disaingi oleh sebuah novel.
“Elo jadi cowok bawel banget sih.”, kata Diana yang akhirnya mengalihkan perhatiannya pada Devan. “Kok tumben udahan maen basketnya? Kan belum bel masuk.”, tanyanya kemudian.
“Soalnya gue kangen sama elo. Hahaha”, jawab Devan iseng dan disambut jitakan dari Diana. “Aduh.. Sakit dodol!”, gerutunya.
“Itu hadiah buat elo yang suka ngomong asal.”, jawab Diana santai. “Ngapain lo kangen gue? Kenapa lo gak kangen sama Jenny aja? Dia kan pacar elo.”.
“Waw, kayaknya ada yang jealous nih.”, gumam Devan jail yang langsung mencomot snack Diana dan membawanya pergi.
“Devaaannn! Kurang kerjaan banget gue jealous sama elo.”, jerit Diana kesal. “Kembaliin snack gue!”. Jeritan Diana yang bisa menandingi suara penyanyi seriosa itu sukses memancing perhatian seisi kelas. Mereka yang sudah tidak asing lagi dengan suasana itu hanya menoleh sesaat dan geleng-geleng kepala sambil tersenyum.
***
Sore harinya Devan kembali berlatih basket. Besok team sekolah mereka akan bertanding untuk memperebutkan tiket menuju final. Di ruang ganti tersisa Devan dan Lucas yang sama-sama sibuk berganti pakaian. Teman-temannya yang lain sudah lebih dulu selesai dan pulang kerumah masing-masing.
“Gue duluan ya Cas. Ada perlu nih.”, katanya sambil tersenyum penuh arti. Seketika Lucas pun mengerti apa maksud temannya itu.
“Tau dah pasangan baru. Bawaannya pengen ketemu mulu.”, jawab Lucas. “Cewek yang biasa nungguin lo sepulang sekolah itu beneran cewek lo Van? Kok bisa sih dapet cewek cantik plus manis kayak dia?”.
“Weits, jangan salah sob! Gue kan gak jelek-jelek amat. Hahaha”, saut Devan.
“Gue kira cewek itu pacar cowok yang sering dia ajak nungguin elo.”, gumam Lucas. “Lagian gue pikir elo tuh pacarannya sama Diana.”.
“Oh si Marcel? Ya ngga lah! Dia kan cewek gue.”, jawab Devan bangga. “Idih, Diana? Gue emang deket sama dia gara-gara dari kecil udah temenan. Itu doang kok gak lebih.”, lanjutnya.
“Bagus deh. Berarti gue punya kesempatan buat deketin Diana.”, ujar Lucas santai.
“Uhuk-uhuk..”, tiba-tiba Devan yang sedang minum tersedak mendengar ucapan Lucas. Tatapannya pun teralihkan pada Lucas sekarang. “Maksudnya, elo mau ngincer Diana gitu?”, tanyanya masih tidak percaya.
“Iya, emang kenapa? Boleh dong. Diana kan jomblo, dan lo tau sendiri dari dulu gue suka sama Diana.”, jawab Lucas lagi.
“Awas aja elo berani mainin Diana. Elo bakal berhadapan sama gue.”, ujar Devan langsung meninggalkan Lucas tanpa membiarkannya menjawab sepatah kata pun. Tiba-tiba perasaan aneh merasuk ke dalam hati Devan. ‘Perasaan tidak rela’ dan ingin melindungi. Ia pun melajukan mobilnya secepat mungkin dari tempat itu. Tak lama kemudian sampailah ia di depan rumah Jenny. Di sana Jenny sudah siap menunggu di depan pintu rumah.
“Hay, Van. Mau jalan sekarang.”, tanya Jenny semangat.
“Iya.”, jawab Devan datar. Di telinganya masih terngiang-ngiang perkataan Lucas barusan. Mendengar jawaban Devan yang datar dan tidak seperti biasanya, Jenny hanya diam dan masuk kemobil Devan. Sepanjang perjalanan tidak ada sepatah katapun yang meluncur dari mulut keduanya. Setelah melintasi jalan yang padat dengan kendaraan, akhirnya mereka sampai di taman kota.
“Akhirnya sampai juga.”, kata Jenny berusaha membuka pembicaraan. “Kita mau makan dulu atau keliling-keliling dulu?”.
“Terserah elo.”, jawab Devan datar. Perasaannya masih tidak karuan saat ini.
“Yaudah, kita duduk di sebelah sana dulu yuk.”, kata Jenny sambil menunjukkan sebuah bangku di taman itu. “Hmm.. Elo kenapa Van? Kok ngga kayak Devan yang biasanya.”, tanyanya lagi setelah sukses mengajak Devan duduk di tempat yang ia ajukan tadi.
“Gue kepikiran Diana, Jen.”, jawab Devan to the point.
“Hah? Diana? Tumben elo kepikiran Diana sampe segininya. Bukannya elo hobby banget berantem sama dia?!”, tanya Jenny tidak mengerti sambil memasang ekspresi wajah –elo-kesambet-ya-.
“Ngga tau nih, pas tadi Lucas bilang pengen jadiin Diana pacarnya, gue jadi kepikiran Diana.”, jawab Devan. Kini matanya tengah menerawang lurus kedepan, mencerminkan bahwa pikirannya sedang melayang-layang entah kemana.
“Elo mulai naksir dia ya Van?”, tanya Jenny iseng sambil tersenyum jail. “Wah, kayaknya ada yang senjata makan tuan nih”.
“Heleh, ngga gitu juga kale.”, jawab Devan cepat. “Lagian gue udah lama banget temenan sama Diana. Gue gak mungkin suka sama dia.”.
“Elo Cuma belum sadar, Van. Lagian suatu hubungan itu berawal dari pertemanan.”, ujar Diana. “Gue yakin Diana pasti ngerasain hal yang sama kayak elo sekarang, waktu lo minta gue jadi pacar elo. Tinggal nunggu waktu aja sampai kalian berdua menyadari perasaan kalian masing-masing.”, lanjut Jenny sambil tersenyum penuh arti.
***
Kriingg, kriingg.. Hp Diana berdering, sesaat kemudian terdengar jawaban dari si empunya hp.
“Hallo, ada apa Cas?”, jawab Diana. ---ternyata yang menelepon adalah Lucas, teman basket Devan---
“Hay Di, elo sibuk ngga? Kita lunch yuk?”, tanya Lucas dari seberang telepon.
“Hah? Lunch? Nggak salah tuh. Sore-sore kok ngajakin lunch sih. Hahaha”, tawa Diana pecah.
“Oh, udah sore ya, hehe.. Sorry.”, kata Lucas malu-malu. “Hmm.. Elo mau gak makan keluar sama gue?”, lanjutnya.
“Kalo makan ice cream sih gue mau.”, ujar Diana.
“Oke, ntar lagi gue jemput. Bye.”, kata Lucas lagi.
“Sip, bye.”, ---klik--- saut Diana sambil memutuskan pembicaraan mereka.
10 menit kemudian, Lucas sudah nangkring di depan rumah Diana. Tak lama setelah itu Diana pun muncul dan langsung duduk manis di jok blakang motor Lucas. Tanpa banyak cengcong lagi, mereka berdua langsung meluncur ke salah satu tempat yang menjual ice cream.
“Yuummy, gue suka ice cream choco chip!!”, ujar Diana senang. “Thanks ya Cas.. Ngomong-ngomong ada angin apa ni, kok elo tumben nraktir gue ice cream?”, tanyanya dengan mulut yang penuh dengan ice cream.
“Hmm, elo mau gak jadi pacar gue, Di?”, tanya Lucas ragu-ragu.
What?! Serius lo? Elo gak lagi mabuk kan Cas?”, ujar Diana tidak percaya.
“Gue serius, Di. Gue ngomong gini dalam keadaan sadar!”, kata Lucas mulai tidak sabaran. “Gimana? Elo mau?”.
Diana diam sejenak untuk memikirkan jawabannya. Seketika terlintas memory saat Devan meminta Jenny untuk menjadi pacarnya. Dan entah kenapa, tiba-tiba perasaan aneh masuk kebenak Diana. ‘Perasaan tidak rela’. “kenapa juga gue inget-inget hal itu. Gak penting!”, rutuknya dalam hati. Buru-buru ia menyingkirkan perasaan itu dan menjawab pertkataan Lucas, “Gue pikirin dulu deh, besok gue kasih jawabannya”. Setelah berhasil menjawab, Diana buru-buru pergi meninggalkan Lucas dan ice cream yang belum sempat ia habiskan tanpa memberikan Lucas kesempatan untuk menjawab.

---to be continued---

0 komentar:

Posting Komentar

About Me

 
Story© Diseñado por: Compartidisimo