Apa yang dilakukan Diana setelah berhasil melarikan diri dari Lucas? Nih langsung di baca aja guys! ;)
Setelah
Diana sukses melarikan diri dari Lucas, ia tidak langsung pulang ke rumahnya.
Diana memilih untuk pergi ke salah satu TK yang berada di dekat komplek
perumahannya. Pikirannya sudah sangat kacau saat ini. Yang ia inginkan sekarang
adalah sendirian. Sesampai di tempat tujuan, ia membuka gerbang pintu TK itu
dan berjalan tanpa semangat ke arah salah satu ayunan di sana.
“Akhirnya
gue ketemu tempat yang sepi. Ngga akan ada orang yang bisa nemuin gue di
sini.”, gumamnya. “Lagian siapa juga yang mau pergi ke Taman Kanak-kanak kayak
gini.”, lanjutnya sambil tersenyum garing dan menundukkan kepala. Tanpa sadar
setetes air mata meluncur di pipi kanannya. Namun, belum sempat air matanya
meluncur dengan bebasnya, tiba-tiba sebuah tangan menyeka air mata itu.
“Elo
ngga kreatif banget sih nyari tempat buat nangis. Nanti kalo ada anak-anak TK
yang datang ke sini terus liat ada cewek cantik lagi menangis-nangis ria kan
ngga enak.”, ujar orang yang menyeka air mata Diana.
“De-devan?
Elo kok tau gue ada di sini?”, tanya Diana. Ia langsung tau siapa orang yang
kini ada di hadapannya saat ini.
“Gue
kan dulu pernah bilang, dimana pun elo berada, gue pasti bisa nemuin elo,
Diana.”, jawab Devan sambil tersenyum pada Diana. Sejak kecil, jika Diana
ngambek atau sedang merasa galau, Diana akan memilih untuk menyendiri di tempat-tempat yang jarang
dipikirkan oleh kebanyakan orang. Itu membuat orang tua dan teman-temannya yang
lain kelimpungan mencari keberadaan Diana saat ia sedang galau. Namun berbeda
dengan Devan, ia selalu bisa menebak dimana Diana bersembunyi. Jadi, secara
tidak langsung hanya Devanlah orang yang ada di sisi Diana saat ia sedang
galau. “Mau share sama gue?”,
tanyanya lagi.
“Belakangan
aja ya. Gue lagi ngga pengen bahas itu.”, jawab Diana sambil berusaha tersenyum
pada Devan.
“Oke.
kapan pun elo siap, gue juga siap buat dengerin elo.”, saut Devan. “Pulang
sekarang yuk. Udah sore banget nih.”. lanjutnya.
Diana
tersenyum lagi dan mengangguk. Entah kenapa hatinya terasa lebih lega sekarang.
“Hmm.. Elo tau darimana gue ada disini, Van?”, tanya Diana yang masih penasaran
sambil berjalan bersama Devan menuju mobil.
“Gue
pasti bisa nemuin elo, dimana pun elo sembunyi. Jadi jangan pikir lo bisa
jauh-jauh dari gue, Di.”, jawab Devan tanpa sedikit pun menatap Diana.
***
“Ada
apa Jen? Apa orang tuamu membuatmu gusar lagi?”, tanya Marcel khawatir. Kini ia
sudah berada di halaman belakang rumah Jenny. Marcel buru-buru datang ke sana
ketika menerima telepon dari Jenny yang memintanya datang ke rumah Jenny.
“Hahaha.
Santai aja Cel. Ngga kok. Gue cuma lagi pengen ngobrol sama elo dan kebetulan
ortu gue lagi tugas di luar kota. Mereka juga tadi nawarin buat ngajak elo ke
sini buat nemenin gue. Ayo duduk, Cel.”, kata Jenny mempersilahkan Marcel duduk
di sebelahnya. Orang tua Jenny dan orang tua Marcel adalah teman akrab. Jadi,
orang tua Jenny percaya pada Marcel dan sering memintanya menemani Jenny saat
mereka sedang tugas ke luar kota.
“Oh,
bilang kek dari awal kalo cuma pengen di temenin doang. Buat orang khawatir aja
tau gak.”, ujar Marcel yang kini duduk di sebelah Jenny.
“Tadi
lo khawatir banget?”, ujar Jenny yang nada bicaranya lebih cendrung seperti
menguji dari pada bertanya.
“Menurut
elo?”, tanya Marcel.
“Hmm..
Dari tampang lo barusan sih kayaknya iya.”, jawab Jenny malu-malu.
“Oh.”,
kata Marcel datar.
“Iihh..
Kok cuma ‘oh’ doang jawabannya?!”, saut Jenny mulai tidak sabar.
“Emang
gue mesti jawab apa lagi?”, tanya Marcel tanpa ekspresi.
“Huh,
susah ngomong sama elo!”, kata Jenny kesal dan mulai menjalankan aksi
ngambeknya.
“Hehehe,
jangan ngambek dong. Iya-iya, sekarang gue jawab yang bener nih.”, kata Marcel
yang akhirnya mengalah melihat tanggapan Jenny.
“Kok
elo khawatir sama gue?”, tanya Jenny lagi.
“Ngga
tau, entah kenapa gue khawatir aja sama elo.”, jawab Marcel sambil nyengir kebo
---kalo nyengir kuda sih udah biasa, jadi sekarang mending nyengir kebo aja
biar beda :b---
“Mmhh..
Cel, kalo misalnya besok gue meninggal dan ngga akan pernah kembali, hal apa
yang mau lo bilang ke gue waktu gue dikubur?”, tanya Jenny.
“Huss..
lo kok ngomong itu sih? Gak boleh ah!”, jawab Marcel cepat. Sekarang matanya
sudah menatap Jenny lekat-lekat. Ia berusaha mencari-cari apa yang sedang di
pikirkan salah satu temannya itu saat ini.
“Haduh,
lama-lama lo bawel juga ya. Uda deh, jawab aja! Ini kan cuma ‘misalnya’
doang.”, gerutu Jenny sambil berusaha menghindari tatapan mata Marcel. Ia jadi
merasa canggung dilihat seperti itu.
Marcel
terdiam sesaat.
“Hh..
Mungkin saat itu gue gak bakal bisa banyak ngomong, Jen. Gue pasti shock kalo harus kehilangan elo buat
selamanya.”, akhirnya Marcel menjawab. “Tapi mungkin yang paling pengen gue
bilang adalah ‘Gue ngga peduli elo mau pergi sejauh dan selama apa. Tapi, lo
harus lahir kembali untuk gue.’.”, lanjut Marcel tanpa mengalihkan pandangannya
dari Jenny.
Jenny
tersenyum puas mendengar jawaban Marcel.
Memang itu jawaban yang ia tunggu sejak tadi. “Gue pasti bakal balik buat elo,
Cel.”, gumamnya dalam hati. Seketika pipinya pun mulai bersemu merah lagi.
---to be continued---
0 komentar:
Posting Komentar