"De, elo kemana aja sih? kok tiba-tiba lenyap ngga ada kabarnya? Elo udah jadian ya sama Emi??", tanya Intan yang langsung mengambil posisi duduk disebelah Ade.
"E-eh, ngapain lo disini tan?", saut Ade gelagapan. Ia kaget tiba-tiba Intan sudah muncul disebelahnya.
"Emang sekolah ini punya nenek moyang lo? suka-suka gue dong mau nongol dimana aja. Buruan jawab pertanyaan gue!", kata Intan mulai tidak sabar.
"Sorry tan, belakangan ini gue sering sibuk. Iya, lo tau darimana?", jawab Ade setengah berbohong.
"Sibuk ngapain lo? Sibuk pacaran?! Tau lah, gue nerawang! Dasar lo baru punya cewek baru, temen lama lo lupain.", gerutu Intan dengan nada sedikit kesal. Ternyata dugaannya belakangan ini benar.
Belum sempat Ade menjawab pertayaan Intan, tau-tau Emi sudah muncul di depan mereka.
"Hei sayang, ngapain sih disini sama cewek ngga jelas ini? Jangan mau digodain sama dia deh!", kata Emi dengan logat sok manjanya. Jelas sekali ada nada tidak suka saat ia berkata seperti itu.
"Eh, denger ya cewek ganjen yang sok manja. Gue kesini cuma mau ngomong sama temen lama gue yang baru aja lo rebut. Godain cowok lo?! Ish, sorry aja. Jangan samain gue sama elo yang hobby nya godain cowok-cowok. Permisi!", kata Intan setengah membentak. Ia benar-benar tidak menyangka mantan sahabatnya itu bisa berbuat sejauh itu. Dengan hati yang masih dongkol, Intan meninggalkan Ade dan Emi berdua. Ade masih tidak mengerti dengan apa yang dilihat dan di dengarnya tadi. "Ada apa dengan mereka berdua?", batinnya dalam hati.
Sore harinya, entah kenapa Emi menghubungi Intan dan mengajaknya bertemu di cafe yang biasaya mereka kunjungi. Walaupun sedikit curiga, tapi Intan tetap memutuskan untuk pergi. Ia bertekad apapun yang terjadi nanti, ia sudah siap untuk menghadapinya. Sesampainya di cafe itu, Intan mulai celingak-celinguk mencari sosok Emi. Karena tidak menemukannya, Intan langsung duduk di salah satu bangku disana dan memesan milk shake kesukaannya. Tidak lama kemudian ia melihat Emi dan Ade yang baru saja masuk ke cafe itu. Bukannya menyapa mereka, Intan malah membiarkan mereka duduk dibangku yang tidak jauh dari tempat duduk Intan. Dari sana Intan bisa mendengar jelas percakapan mereka.
"Elo kenapa sih sama Intan? Kok kayaknya ada sesuatu yang salah sama kalian berdua.", tanya Ade membuka pembicaraan.
"Ngga ada yang salah tuh sama kita. Cuma dia aja yang dasarnya emang aneh. Elo juga ngapain masih deket-deket sama dia? Gue kan udah nyuru elo biar ngga berhubungan lagi sama dia.", jawab Emi santai. Seketika emosi Intan muncul setelah mendengar kata-kata Emi. Ternyata gara-gara dia, Ade tidak pernah menghubunginya.
"Loh, emang kenapa sih? Gue ngga ngerasa ada yang salah sam Intan.", kata Ade tidak terima.
"Oh, jadi sekarang ngebelain dia? Asal elo tau ya, Intan itu muka dua. Penampilan dalem dan luarnya beda banget. Elo bakal nyesel kalo masih deket-deket sama dia. Sekarang putusin aja elo lebih milih gue apa Intan? Gue pengen kejelasan elo sekarang!", kata Emi mulai memancing.
"Hmm, gue suka sama elo mi, gue juga ngga pengen pertemanan gue sama Intan putus. Tapi gue perhatiin kayaknya sekarang gue ngga bisa deket sama kalian berdua sekaligus, gue putuskan gue lebih milih elo aja. Karena sekarang yang paling penting buat gue itu elo.", jawab Ade tulus. Emi langsung tersenyum puas mendengar pernyataan Ade. Rencananya untuk mengkompor-kompori Intan sekali lagi berhasil.
GEBRAAKK... Intan memukul meja dengan keras. Spontan mata seluruh pengunjung cafe tertuju padanya. Dengan emosi Intan mendatangi meja Emi dan Ade, ia tidak peduli kalau sekarang ia sudah menjadi tontonan gratis di cafe ini.
"Eh, denger ya cewek ganjen yang sok manja. Gue kesini cuma mau ngomong sama temen lama gue yang baru aja lo rebut. Godain cowok lo?! Ish, sorry aja. Jangan samain gue sama elo yang hobby nya godain cowok-cowok. Permisi!", kata Intan setengah membentak. Ia benar-benar tidak menyangka mantan sahabatnya itu bisa berbuat sejauh itu. Dengan hati yang masih dongkol, Intan meninggalkan Ade dan Emi berdua. Ade masih tidak mengerti dengan apa yang dilihat dan di dengarnya tadi. "Ada apa dengan mereka berdua?", batinnya dalam hati.
Sore harinya, entah kenapa Emi menghubungi Intan dan mengajaknya bertemu di cafe yang biasaya mereka kunjungi. Walaupun sedikit curiga, tapi Intan tetap memutuskan untuk pergi. Ia bertekad apapun yang terjadi nanti, ia sudah siap untuk menghadapinya. Sesampainya di cafe itu, Intan mulai celingak-celinguk mencari sosok Emi. Karena tidak menemukannya, Intan langsung duduk di salah satu bangku disana dan memesan milk shake kesukaannya. Tidak lama kemudian ia melihat Emi dan Ade yang baru saja masuk ke cafe itu. Bukannya menyapa mereka, Intan malah membiarkan mereka duduk dibangku yang tidak jauh dari tempat duduk Intan. Dari sana Intan bisa mendengar jelas percakapan mereka.
"Elo kenapa sih sama Intan? Kok kayaknya ada sesuatu yang salah sama kalian berdua.", tanya Ade membuka pembicaraan.
"Ngga ada yang salah tuh sama kita. Cuma dia aja yang dasarnya emang aneh. Elo juga ngapain masih deket-deket sama dia? Gue kan udah nyuru elo biar ngga berhubungan lagi sama dia.", jawab Emi santai. Seketika emosi Intan muncul setelah mendengar kata-kata Emi. Ternyata gara-gara dia, Ade tidak pernah menghubunginya.
"Loh, emang kenapa sih? Gue ngga ngerasa ada yang salah sam Intan.", kata Ade tidak terima.
"Oh, jadi sekarang ngebelain dia? Asal elo tau ya, Intan itu muka dua. Penampilan dalem dan luarnya beda banget. Elo bakal nyesel kalo masih deket-deket sama dia. Sekarang putusin aja elo lebih milih gue apa Intan? Gue pengen kejelasan elo sekarang!", kata Emi mulai memancing.
"Hmm, gue suka sama elo mi, gue juga ngga pengen pertemanan gue sama Intan putus. Tapi gue perhatiin kayaknya sekarang gue ngga bisa deket sama kalian berdua sekaligus, gue putuskan gue lebih milih elo aja. Karena sekarang yang paling penting buat gue itu elo.", jawab Ade tulus. Emi langsung tersenyum puas mendengar pernyataan Ade. Rencananya untuk mengkompor-kompori Intan sekali lagi berhasil.
GEBRAAKK... Intan memukul meja dengan keras. Spontan mata seluruh pengunjung cafe tertuju padanya. Dengan emosi Intan mendatangi meja Emi dan Ade, ia tidak peduli kalau sekarang ia sudah menjadi tontonan gratis di cafe ini.
"Apa mau lo, hah?! Udah cukup ya gue denger lo ngejelek-jelekin gue. Apa salah gue sama elo?!", kata Intan pada Emi.
"Hey,hey, punya sopan santun nggak? di tempat umum kok teriak-teriak. Ini bukan hutan nona!", jawab Emi santai.
"Sudah,sudah. Jangan berantem disini, malu diliatin orang-orang.", kata Ade berusaha menengahi.
"Percuma elo ngomong gitu de. Orang hutan ini ngga bakal ngerti. Mana kenal dia sama yang namanya MALU.", saut Emi semakin mengompor-ngompori. Kata-kata Emi membuat Intan semakin naik darah.
"Eh, denger ya EMIALDA, yang ngga punya malu itu elo! Bisa-bisanya lo ngejelek-jelekin gue kayak gitu. Padahal semua yang lo omongin barusan adalah sifat asli elo. Terus aja buka aib lo sendiri! dan elo de, mau-mau aja lo di kibulin sama dia. Sumpah gue kasian banget sama elo.", kata Intan dengan emosi yang bekobar-kobar. Ia tidak terima dikata-katai seperti itu. Emi yang sudah mulai kesal dengan pernyataan Intan, sudah ingin mencuri start untuk membela diri. Namun, belum sempat ia mengeluarkan sepatah kata pun, Intan sudah pergi meninggalkan mereka berdua lagi. Ade hanya bisa diam dan terpaku. Ia bingung harus membela siapa sekarang.
Sesampai dirumah, Intan langsung menuju ke kamarnya. Perasaannya campur aduk, ia kesal sekaligus kecewa dengan sikap Emi sekarang. Pengorbanannya selama ini seperti tidak ada gunanya.
"Hey,hey, punya sopan santun nggak? di tempat umum kok teriak-teriak. Ini bukan hutan nona!", jawab Emi santai.
"Sudah,sudah. Jangan berantem disini, malu diliatin orang-orang.", kata Ade berusaha menengahi.
"Percuma elo ngomong gitu de. Orang hutan ini ngga bakal ngerti. Mana kenal dia sama yang namanya MALU.", saut Emi semakin mengompor-ngompori. Kata-kata Emi membuat Intan semakin naik darah.
"Eh, denger ya EMIALDA, yang ngga punya malu itu elo! Bisa-bisanya lo ngejelek-jelekin gue kayak gitu. Padahal semua yang lo omongin barusan adalah sifat asli elo. Terus aja buka aib lo sendiri! dan elo de, mau-mau aja lo di kibulin sama dia. Sumpah gue kasian banget sama elo.", kata Intan dengan emosi yang bekobar-kobar. Ia tidak terima dikata-katai seperti itu. Emi yang sudah mulai kesal dengan pernyataan Intan, sudah ingin mencuri start untuk membela diri. Namun, belum sempat ia mengeluarkan sepatah kata pun, Intan sudah pergi meninggalkan mereka berdua lagi. Ade hanya bisa diam dan terpaku. Ia bingung harus membela siapa sekarang.
Sesampai dirumah, Intan langsung menuju ke kamarnya. Perasaannya campur aduk, ia kesal sekaligus kecewa dengan sikap Emi sekarang. Pengorbanannya selama ini seperti tidak ada gunanya.
"Arghhh.. Gue nyesel kenal sama elo!", jerit Intan dari dalam kamarnya. Mulai detik ini ia bertekad tidak akan berhubungan lagi dengan Emi maupun Ade.
---THE END---