Pages - Menu

topbella

Senin, 30 Mei 2011

Friendship Becoming a Hostility (Part 6)

Sudah seminggu berlalu sejak Intan mendamprat Emi. Sampai detik ini, Intan dan Emi tidak pernah bertegur sapa lagi. Aura permusuhan diantara Intan dan Emi terasa sangat kental. Ditambah lagi Emi selalu berusaha mengompor-ngompori Intan dengan cara bersikap sok manja pada Ade. Sudah seminggu terakhir ini Intan lost contact dengan Ade. Hari ini Intan menghampiri Ade ke kelasnya dan berbicara empat mata dengannya.
"De, elo kemana aja sih? kok tiba-tiba lenyap ngga ada kabarnya? Elo udah jadian ya sama Emi??", tanya Intan yang langsung mengambil posisi duduk disebelah Ade.
"E-eh, ngapain lo disini tan?", saut Ade gelagapan. Ia kaget tiba-tiba Intan sudah muncul disebelahnya.
"Emang sekolah ini punya nenek moyang lo? suka-suka gue dong mau nongol dimana aja. Buruan jawab pertanyaan gue!", kata Intan mulai tidak sabar.
"Sorry tan, belakangan ini gue sering sibuk. Iya, lo tau darimana?", jawab Ade setengah berbohong.
"Sibuk ngapain lo? Sibuk pacaran?! Tau lah, gue nerawang! Dasar lo baru punya cewek baru, temen lama lo lupain.", gerutu Intan dengan nada sedikit kesal. Ternyata dugaannya belakangan ini benar.
Belum sempat Ade menjawab pertayaan Intan, tau-tau Emi sudah muncul di depan mereka.
"Hei sayang, ngapain sih disini sama cewek ngga jelas ini? Jangan mau digodain sama dia deh!", kata Emi dengan logat sok manjanya. Jelas sekali ada nada tidak suka saat ia berkata seperti itu.
"Eh, denger ya cewek ganjen yang sok manja. Gue kesini cuma mau ngomong sama temen lama gue yang baru aja lo rebut. Godain cowok lo?! Ish, sorry aja. Jangan samain gue sama elo yang hobby nya godain cowok-cowok. Permisi!", kata Intan setengah membentak. Ia benar-benar tidak menyangka mantan sahabatnya itu bisa berbuat sejauh itu. Dengan hati yang masih dongkol, Intan meninggalkan Ade dan Emi berdua. Ade masih tidak mengerti dengan apa yang dilihat dan di dengarnya tadi. "Ada apa dengan mereka berdua?", batinnya dalam hati.

Sore harinya, entah kenapa Emi menghubungi Intan dan mengajaknya bertemu di cafe yang biasaya mereka kunjungi. Walaupun sedikit curiga, tapi Intan tetap memutuskan untuk pergi. Ia bertekad apapun yang terjadi nanti, ia sudah siap untuk menghadapinya. Sesampainya di cafe itu, Intan mulai celingak-celinguk mencari sosok Emi. Karena tidak menemukannya, Intan langsung duduk di salah satu bangku disana dan memesan milk shake kesukaannya. Tidak lama kemudian ia melihat Emi dan Ade yang baru saja masuk ke cafe itu. Bukannya menyapa mereka, Intan malah membiarkan mereka duduk dibangku yang tidak jauh dari tempat duduk Intan. Dari sana Intan bisa mendengar jelas percakapan mereka.
"Elo kenapa sih sama Intan? Kok kayaknya ada sesuatu yang salah sama kalian berdua.", tanya Ade membuka pembicaraan.
"Ngga ada yang salah tuh sama kita. Cuma dia aja yang dasarnya emang aneh. Elo juga ngapain masih deket-deket sama dia? Gue kan udah nyuru elo biar ngga berhubungan lagi sama dia.", jawab Emi santai. Seketika emosi Intan muncul setelah mendengar kata-kata Emi. Ternyata gara-gara dia, Ade tidak pernah menghubunginya.
"Loh, emang kenapa sih? Gue ngga ngerasa ada yang salah sam Intan.", kata Ade tidak terima.
"Oh, jadi sekarang ngebelain dia? Asal elo tau ya, Intan itu muka dua. Penampilan dalem dan luarnya beda banget. Elo bakal nyesel kalo masih deket-deket sama dia. Sekarang putusin aja elo lebih milih gue apa Intan? Gue pengen kejelasan elo sekarang!", kata Emi mulai memancing.
"Hmm, gue suka sama elo mi, gue juga ngga pengen pertemanan gue sama Intan putus. Tapi gue perhatiin kayaknya sekarang gue ngga bisa deket sama kalian berdua sekaligus, gue putuskan gue lebih milih elo aja. Karena sekarang yang paling penting buat gue itu elo.", jawab Ade tulus. Emi langsung tersenyum puas mendengar pernyataan Ade. Rencananya untuk mengkompor-kompori Intan sekali lagi berhasil.
GEBRAAKK... Intan memukul meja dengan keras. Spontan mata seluruh pengunjung cafe tertuju padanya. Dengan emosi Intan mendatangi meja Emi dan Ade, ia tidak peduli kalau sekarang ia sudah menjadi tontonan gratis di cafe ini.
"Apa mau lo, hah?! Udah cukup ya gue denger lo ngejelek-jelekin gue. Apa salah gue sama elo?!", kata Intan pada Emi.
"Hey,hey, punya sopan santun nggak? di tempat umum kok teriak-teriak. Ini bukan hutan nona!", jawab Emi santai.
"Sudah,sudah. Jangan berantem disini, malu diliatin orang-orang.", kata Ade berusaha menengahi.
"Percuma elo ngomong gitu de. Orang hutan ini ngga bakal ngerti. Mana kenal dia sama yang namanya MALU.", saut Emi semakin mengompor-ngompori. Kata-kata Emi membuat Intan semakin naik darah.
"Eh, denger ya EMIALDA, yang ngga punya malu itu elo! Bisa-bisanya lo ngejelek-jelekin gue kayak gitu. Padahal semua yang lo omongin barusan adalah sifat asli elo. Terus aja buka aib lo sendiri! dan elo de, mau-mau aja lo di kibulin sama dia. Sumpah gue kasian banget sama elo.", kata Intan dengan emosi yang bekobar-kobar. Ia tidak terima dikata-katai seperti itu. Emi yang sudah mulai kesal dengan pernyataan Intan, sudah ingin mencuri start untuk membela diri. Namun, belum sempat ia mengeluarkan sepatah kata pun, Intan sudah pergi meninggalkan mereka berdua lagi. Ade hanya bisa diam dan terpaku. Ia bingung harus membela siapa sekarang.

Sesampai dirumah, Intan langsung menuju ke kamarnya. Perasaannya campur aduk, ia kesal sekaligus kecewa dengan sikap Emi sekarang. Pengorbanannya selama ini seperti tidak ada gunanya.
"Arghhh.. Gue nyesel kenal sama elo!", jerit Intan dari dalam kamarnya. Mulai detik ini ia bertekad tidak akan berhubungan lagi dengan Emi maupun Ade. 
---THE END---

Minggu, 29 Mei 2011

Friendship Becoming a Hostility (Part 5)

Intan berlari menuju parkiran sekolah seorang diri. Yang ia butuhkan sekarang hanyalah menjauh dari Emi. Ia benar-benar sudah muak dengan kelakuan Emi. Saking kacaunya perasaan Intan saat itu, ia tidak sengaja menabrak seorang pria dan berhubung parkiran itu sangat sepi, Intan spontan jejeritan ngga jelas sambil nutup kedua matanya.
"waaa.. Jangan culik gue! gue itu manjanya ngga ketulungan. Kalo elo nyulik gue, elo bakalan nyesel seumur hidup! Percaya deh sama gue. huaaa..", seru Intan ngalur ngidul.
"Eh, yang mau diculik siapa, yang ngancem-ngancem siapa?! Kok malah elo yang ngancem sih? Keduluan deh gue. Hahaha.", jawab pria yang disangka penculik oleh Intan.
"Akh, masa bodo! Yang penting gue udah peringatin elo. Huhuhu.", saut Intan mulai ketakutan. Tapi kok suara penculik itu terasa familiar di telinga Intan.
"Hahaha, kalo kayak gini caranya, gue tenang deh ngelepas nona manis ini sendirian. Soalnya penculik gak akan ada yang tertarik buat nyulik cewek cerewet dan manja kayak gini.", kata pria itu menahan tawa.
Mendengar kata-kata pria itu, Intan semakin penasaran, dengan rada-rada takut ia mulai membuka kedua matanya.
"Hah, Ade?! Ya ampun, sumpah gue udah ketakutan aja tau gak. Bilang kek dari tadi kalo itu elo! Dasaarr!", gerutu Intan yang mulai tenang karena pria itu ternyata bukan penculik yang ingin menculiknya.
"Habisnya elo baru nabrak langsung ngoceh plus jejeritan gak jelas gitu. Ya sekalian aja gue kerjain. hahaha.", jawab Ade jail.
"Huh, elo tu emang hobby jailin orang ya? Ngga tau orang lagi banyak pikiran apa?!", kata Intan sedikit kesal.
"Nona manis kenapa? Mau jalan sama gue? siapa tau betenya bisa ilang.", saut Ade sambil memberikan senyum termanisnya.
OMG, senyuman itu membuat jantung lompat-lompat. Ia memang paling tidak tahan kalau melihat senyuman Ade. Pipinya pun mulai merona merah saking malunya.
"Okedeh, daripada gue sendirian ga punya tujuan, mending gue ikut elo aja.", jawab Intan jaim dan langsung masuk ke mobil Ade tanpa casciscus lagi. Melihat kelakuan Intan, Ade hanya tersenyum dan segera masuk ke dalam mobilnya.
Sepanjang perjalanan Intan dan Ade berbincang ngalur ngidul. Sampai akhirnya Ade membahas tentang Emi. Ia memuji Emi habis-habisan dan mengatakan bahwa ia sangat tertarik pada Emi. Tapi bukannya memperhatikan kata-kata Ade, Intan malah melamun. Ia sadar Ade hanya menganggap dirinya teman biasa yang tak bisa lebih lagi dari itu. Dalam hatinya ia sangat kecewa dan sedih. Namun ia berusaha sebisa mungkin untuk tidak memperlihatkannya.
"Hello, nona. Apa elo denger gue?", kata Ade membuyarkan lamunan Intan. Ade sadar kalau dari tadi Intan tidak benar-benar memperhatikan kata-katanya.
"E-eh, iya kenapa de? udah nyampek ya?", jawab Intan asal.
"Nyampek pala lo peang! Gue kan udah bilang kalo gue cuma mau ngajak elo keliling-keliling doang nona! Elo kenapa sih? ada masalah?", tanya Ade penasaran.
"Uhm, ngga kok de. Gue cuma lagi kacau hari ini. Sorry, tadi elo ngomongin apa ya?", saut Intan sambil memasang tampang gue-udah-gak-punya-semangat-hidup-lagi.
"Hmm. Bukan apa-apa kok. Elo mau pulang sekarang? kayaknya elo lagi gak sehat tan.", kata Ade khawatir.
Intan hanya tersenyum kecil dan mengangguk. Setelah itu mobil Ade melaju kencang ke jalan menuju rumah Intan. Selama perjalanan pulang, tidak ada yang mencoba membuka pembicaraan. Mereka larut dalam pikiran masing-masing.

Sehabis mengantar Intan pulang, bukannya langsung balik ke rumah, Ade malah berbelok ke sebuah cafe. Sesampai di cafe itu, Ade langsung menghampiri seorang perempuan. Ternyata perempuan itu adalah Emi. Dengan sikap kecentilannya, ia mulai bermanja-manja dengan Ade.
"Elo kok lama sih de? lumutan nih gue nungguin elo.", kata Emi dengan nada sok imut.
"Sorry, gue tadi nganterin Intan pulang dulu. Oh ya, gue bawa sesuatu buat elo.", jawab Ade sambil mengeluarkan sebuah coklat batangan dan memberikannya pada Emi.
"waa, coklat! Thanks yaa. E-eh, tapi kenapa elo nganterin Intan pulang segala? dia kan bisa pulang sendiri.", tanya Emi tidak suka.
"Iseng aja. Kasian juga kalo dia pulang sendiri. Gue liat dia tadi kayaknya kurang sehat. Dari pada dia kenapa-kenapa, mending gue anterin aja dia pulang. Oh iya mi, elo belum jawab pertanyaan gue kemarin.", kata Ade. Ade kemarin sudah mengutarakan perasaannya pada Emi. Namun Emi meminta waktu untuk memikirkan jawabannya.
"Oh iya gue hampir lupa. Hmm. Gue mau nerima elo asal elo mau jauhin Intan. Gue gak suka elo deket-deket sama dia. Bisa?!", kata Emi datar.
"Loh, emang kenapa? Intan kan baik mi.", celetuk Ade bingung.
"Pokoknya elo gak boleh deket-deket sama dia, TITIK! Elo gak kenal siapa Intan yang sebenarnya. Gue udah kenal dia dari dulu. Dia tuh seneng mainin cowok. Elo bisa gak ngelakuin persyaratan gue?!", jawab Emi mulai tidak sabar.
"Masak sih? Kok gue gak ngerasa gitu ya. Iyadeh, gue bakal ngelakuin yang elo minta. Jadi, kita sekarang sudah resmi?", tanya Ade ragu-ragu. Sebenarnya ia tidak setuju dengan pendapat Emi tentang Intan. Namun bagi Ade yang terpenting saat ini adalah dia harus bisa memiliki hati Emi.
"Iya sayang.", jawab Emi sok manja. Mereka berdua menghabiskan sisa siang itu dengan lunch berdua di cafe itu. Terlihat rasa kepuasan dari wajah Emi. "I'm a winner and you're a looser Intan. Selamat menikmati hari-hari kemenangan gue.", gumam Emi dalam hati sambil tersenyum licik.

Sabtu, 28 Mei 2011

Friendship Becoming a Hostility (Part 4)

"Haduh, tu guru nyiksa banget sih. Udah tau otak muridnya pas-pasan, tetep aja keukeh ngasi tugas berjibun. Ugh.", gerutu Emi dari atas tempat tidur Intan.
"Dari pada elo marah-marah ngga jelas gitu, mending lo kerjain tugas-tugas keramat itu supaya cepet selesai.", jawab Intan tenang. Hari itu mood Intan memang lagi enak. Jadi dia bisa mengerjakan tugas-tugas itu dengan senang hati.
"Kayaknya elo lagi happy ya tan? Bagi-bagi sama gue dong!", rengek Emi sambil memasang tampang mupeng.
"Hahaha, elo emang peka banget sama gue. Gue emang lagi happy, banget malah.", kata Intan girang.
"Wait, wait. Pasti ada hubungannya sama Ade ya? Elo udah jadian sama dia?", tebak Emi tepat sasaran.
"Wah, tau aja lo! Gue belom jadian kale am dia. Gue cuma seneng aja udah sebulan ini gue lumayan deket sama dia. Dia ternyata baik banget, gue nyaman deket dia.", jawab Intan dengan mata yang berbinar-binar saking senengnya. Intan langsung nyeroscos panjang lebar tanpa memperdulikan Emi yang sama sekali tidak mendengarkannya. Pandangan Emi menerawang kedepan, entah apa yang ada dipikirannya saat itu.
Malamnya, lagu You and I dari Secondhand Serenade mengalun dari hp Intan. Itu adalah tanda sms masuk dari Ade. Dengan muka berseri-seri, Intan mengambil hpnya dan langsung membaca message itu.

Hello Nona manis :)
    From : Ade

Intan tersenyum senang, ia segera menekan tombol replay di hpnya. Percakapan pun berlangsung diantara mereka berdua.

Intan : Napa mas Ade ? :P
Ade   : Cariin gue cewek dong Tan.
Intan : Hah? kok elo tiba-tiba minta dicariin cewek sih? bosen gak laku-laku ya?
Ade   : Uwoo, enak aja lo! Gue tau temen-temen lo tu aneh-aneh. Kebetulan gue lagi nyari cwe yang kayak gitu. Terutama tuh si Emi. Kayaknya gue suka deh sama dia. Bantuin gue pdkt am dia ya nona :D

DEG! Dada Intan terasa nyeri, dia bingung mau menjawab apa. Sebenarnya belakangan ini Intan memiliki perasaan lain terhadap Ade. Sebenarnya perasaan ini sudah muncul sejak pertama kali Ade mengiriminya message. Bukannya tidak sadar, tapi Intan berusaha untuk tidak menghiraukan perasaannya itu. Namun sekarang ia sadar, dia memang mempunyai perasaan lebih terhadap Ade dan sekarang dia sudah tidak bisa membohongi perasaannya sendiri. Dengan mood yang tidak karuan, ia membalas message Ade.

Intan : Yaudah, elo smsin aja tuh si Emi. Ntar lagi gue kirimn nomer tu cewek.
Ade   : Oke deh, thanks ya nona manis. Gue tunggu lho.
Tanpa capcipcup lagi, Intan langsung mengirim nomer Emi ke Ade. "Sebentar lagi Ade bakal ninggalin gue." katanya dalam hati. Ia ingin sekali menangis sejadi-jadinya, Namun entah kenapa Intan seperti diberi kekuatan untuk tidak menangis malam itu. Ia hanya menerawang jauh kedepan dengan hati yang tidak karuan.

Hari ini Intan benar-benar kehilangan keceriaannya. Seharian ia menghabiskan waktunya dengan diam dan melamun.
"Woy, what happen with you bheby? Dari tadi melamun mulu. Cerita dong!", Emi yang sejak tadi menyadari ada yang tidak beres dengan sahabatnya ini akhirnya memutuskan untuk membuka pembicaraan.
"Leave me alone, please!", jawab Intan sedikit emosi. Saat ini melihat Emi hanya membuatnya semakin uring-uringan.
"Loh, kok jadi marah-marah sama gue sih? gue kan cuma pengen ngibur lo, Tan!", kata Emi dengan nada tidak suka.
"Sorry, mood gue lagi gak bagus hari ini.", jawab Intan merasa bersalah.
"It's okay. Tan, gue lagi happy nih! Tau gak, si Ade kemarin ngsmsin gue. Ya ampun dia tuh so sweet banget. sama gue. Dia muji-muji gue terus, pkoknya dia memperlakukan gue kayak cewek paling spesial seantero jagat deh. OMG, bisa gue pastiin dia bakal jadi punya gue, TITIK! haha.", oceh Emi panjang lebar. Ocehan  Emi itu membuat telinga Intan semakin panas. Itu membuatnya semakin membenci Emi. Sekarang dimata Intan, Emi gak lebih dari cewek ganjen dan caper yang selalu beruntung karena selalu mendapatkan apa yang ia inginkan.
"Stop! cukup ya Mi. Gue muak denger semua ocehan lo yang ga penting itu. Elo tau kan gue yang duluan kenal dan deket sama Ade?! Kenapa sih elo selalu ngambil kebahagiaan gue?! Coba aja giliran gue yang lagi seneng, pasti elo masang tampang gak seneng. Gue capek dari dulu jadi korban keberuntungan elo, selalu ngalah buat elo, dan selalu sakit hati gara-gara elo! Puas lo?!", kata Intan yang sudah tidak bisa menahan emosinya lagi dan langsung meninggalkan Emi yang masih terbengong-bengong mendengar pengakuan sahabatnya itu. Ia sadar, selama ini ia memang egois. Ia tidak pernah senang kalau Intan melebihi dirinya. Padahal sahabatnya itu sudah sangat baik padanya.
"Maaf Tan, gue emang ngga pernah seneng kalo elo ngelebihin gue. Gue tau elo punya perasaan lain sama Ade dan gue akan ngelakuin segala cara supaya Ade jadi milik gue. Terserah elo mau nganggep gue gimana, gue masih bisa hidup tanpa elo.", gumam Emi tanpa merasa bersalah.

Rabu, 18 Mei 2011

Friendship Becoming a Hostility (Part 3)

Keesokan harinya, Intan melihat Tristan di depan kelasnya. Tanpa pikir panjang, Intan buru-buru berlari kearah Tristan. Dengan semangat '45 Intan nyeroscos menghujani Tristan dengan berbagai pertanyaan.
"Ya ampun Tan, gue seneng banget bisa ngeliat lo sekarang. Elo kemana aja sih? udah dua hari ini lo ga ada kabarnya. gue telponin ga pernah diangkat, sms gue juga ga pernah lo bales. Elo masih nganggep gue gak sih? Gue tuh khawatir am elo Tristan.".
"Maaf In, gue lagi butuh space. Mending beberapa minggu kedepan kita break dulu aja ya.", ucap Tristan dengan nada yang sangat tenang.
"APA? BREAK?!! Elo serius Tan? Emang gue ada salah apa sama elo ampe lo minta break segala sama gue? Elo udah bosen ya sama gue?", jawab Intan dengan suara yang mulai bergetar.
"Bukan gitu In, gue cuma lagi butuh space. Tolong ngertiin dan hargai keputusan gue.".
"Oke, gue hargain keputusan lo!", Intan meninggalkan Tristan yang masih terdiam seorang diri.
Intan berlari menuju taman di sekolahnya. Ia duduk di salah satu bangku taman itu dan menangis sesegukan. Tanpa ia sadari, disebelahnya sudah ada seorang pria yang dari tadi memperhatikannya.
"Elo kenapa sih, pagi-pagi udah nangis ngga jelas gini. ngeganggu banget tau gak.", gerutu pria itu.
"hiks,hiks.. Elo tuh yang berisik. Uda deh ga usah banyak komentar. Kalau gak suka, mending ga usah di dengern! Gitu aja kok repot.", jawab Intan sedikit kesal.
"Hello nona manis, gue duluan yang duduk disini. Elo dong yang harusnya pergi. kayak ga ada bangku lain aja. Huh..", celetuk pria itu.
Saking kesalnya dikata-katai seperti itu, Intan menghentikan tangisnya dan menoleh ke arah pria itu.
"Hah, Ade?! Yang dari tadi ngoceh ga karuan itu elo toh. Ngapain sih elo duduk disini?".
"Woy, bangun nona! gue uda dari tadi duduk disini. elo nya aja yang ngeloyor duduk disini ga pake liat kiri kanan dulu. Elo kenapa sih, pagi-pagi kok udah nangis gini?", kata Ade.
"Oh gitu ya, sorry deh. Gue lagi ada masalah sama Tristan.", jawab Intan sedih.
"Will u share with me? gue siap dengern cerita elo sampai selesai.". 
Entah kenapa Intan merasa percaya dan ingin berbagi dengan Ade. Ia mulai menceritakan masalahnya dengan Tristan dari A sampai Z. Ade juga terlihat antusias mendengarkan cerita Intan. Akhirnya ajang cuhat-curhatan antara Intan dan Ade berakhir dengan candaan dan gelak tawa dari keduanya. Intan merasa nyaman berada di dekat Ade. Sikap Ade yang tenang, santai, dan humoris membuat Intan bisa melupakan sejenak segala masalahnya pagi itu. Dalam hatinya ia bersyukur bisa mengenal orang seperti Ade yang selalu ada disaat ia membutuhkan seseorang.

Selasa, 17 Mei 2011

Friendship Becoming a Hostility (Part 2)

Sesampainya di rumah, Intan disambut hangat oleh bi Surti. bi Surti adalah salah satu pembantu Intan yang palling setia. Dari Intan masih balita, hingga sekarang bi Surti tetap setia bekerja di rumah Intan. Setiap harinya, Intan hanya di temani oleh bi Surti dan seorang supirnya yang bernama pak Maman. Orang tua Intan selalu sibuk dengan urusan mereka masing-masing sehingga tidak sempat menemani Intan sepanjang hari. 
Tanpa basa-basi Intan langsung masuk ke kamar dan merebahkan badan ke kasur empuknya. Hari itu pikirannya benar-benar sangat lelah karena baru saja mendapatkan ulangan Fisika dan Matematika mendadak dari salah satu guru killernya di sekolah. Belum lagi ia teringat sejak kemarin malam hingga detik ini, tidak ada satu pun sms dari Tristan. Orang yang selama kurang lebih 2 tahun selalu menemaninya saat duka maupun duka sekarang menghilang tiba-tiba entah kemana. Mulailah timbul pikiran-pikiran negatif dari benak Intan. Semua hal itu membuatnya semakin uring-uringan, lelah, dan sedih. Karena tidak tahan, air mata Intan mulai berguguran. Ia menangis di kamarnya hingga tertidur.
Sekitar pukul 19.30 Intan terbangun dan langsung menyambar hpnya. Ia terlonjak kegirangan melihat satu sms masuk ke hpnya. Intan berpikir ini pasti sms dari Tristan. Namun setelah membuka sms itu, Intan nampak kecewa. Ternyata sms itu hanya sebuah message kosong yang Intan tidak tau siapa pengirimnya. Dengan mata yang berkaca-kaca, Intan membalas sms itu.

Intan  : "Maaf, ini syp ya?"
Mr X : "Ini orang terganteng dari Exma High School. Masa lo ga kenal sih?! :P"

Intan mulai tersenyum geli membaca message pria itu. Dengan lebih semangat Intan memutuskan untuk melanjutkan percakapan.

Intan : "idih, narsis bgt sih lo! gue gak kenal sama elo. belum apa-apa udah kepedean. syp sih lo ?"
Mr X : "whahaha.. Santai dong nona, jangan marah-marah. Ntr cepet tua lho! Ni gue ade, tan."

Intan kaget bukan main membaca balasan si Mr.X tersebut. Bagaimana bisa Ade seorang Ade anak kelas X-2 yang terkenal multitalenta itu ngsms dia? ada perlu apa laki-laki itu dengan dirinya?. Tanpa pikir panjang Intan buru-buru mengganti nama kontak laki-laki itu.

Intan : "hah, elo Ade anak X-2 itu? Darimana lo tau nope gue? waahh.. Elo nyolong yaa ?!!"
Ade   : "Iya lah nona. Emg setau lo di Exma itu ada berapa ade? nama gue tuh gak pasaran kale!. ih, enak aja lo. Gue nih minta nope lo baik-baik ama temen elo nona manis."
Intan : "haha.. elo tuh bner2 narsis ya. Heran gue am elo. Oh iya, bisa gak elo ga manggil gue NONA? nama gue INTAN tau!."
Ade   : "wkwk.. iyiya gue tau. Tapi gue lebis suka manggil elo nona. rasanya lebih gemana getoh, haha.."
Begitulah percakapan mereka berlanjut hingga keduanya saling pamit untuk tidur. Intan merasa lebih baik setelah smsn dengan Ade. Akhirnya malam itu Intan bisa sedikit melupakan masalahnya dengan Tristan dan tidur dengan nyenyak.

Friendship Becoming a Hostility (Part 1)

"Good morning everbody!". Suara cempreng Intan langsung memenuhi setiap sudut kelas, membuat semua mata tertuju padanya. Tanpa casciscus lagi, dengan pedenya Intan berjalan ke bangkunya.
"Haduh, elo tuh ga bisa tenang dikit ya. Baru dateng aja udah bikin ricuh seantero kelas. Kayak baru dapet rejeki nomplok aja! Elo lagi seneng ya tan?", komentar Emi.
Ekspresi wajah Intan berubah seketika ketika mendengar pertayaan Emi. Wajah Intan yang tadinya seperti orang yang mendapatkan rejeki nomplok, sekarang berubah menjadi wajah orang yang baru saja kecopetan. Melihat perubahan ekspresi Intan, Emi sadar ada yang tidak beres dengan sahabatnya ini.
"hoy, kok malah ngelamun sih? elo lagi sakit ya? Pulang aja gih, dari pada nanti elo disini kenapa-kenapa ntar gue juga yang ujung-ujungnya repot", celetukan Emi menyadarkan lamunan Intan.
"ah,eh.. iyaiya gue gapapa. Cuma lagi inget something." Intan pun kembali murung.
"mikirin apaan lo? cerita dong sama gue. siapa tau gue bisa bantu. Eh iya, gimana tuh hubungan lo sama Tristan. Gue denger-denger elo sering ribut ya sama dia?". Pertanyaan Emi yang to the point itu membuat Intan semakin murung. Ia sendiri tidak mengerti bagaimana jalinan asmaranya sekarang.
"hh.. Gue sendiri ga ngerti mi. Sekarang gue sama Tristan tuh ibarat anjing sama kucing. Beratem mulu kerjanya. he always treat me like I'm his BIG enemy not he's lover.", jawab Intan dengan wajah semakin murung. Bingung mau menanggapi apa, Emi hanya bisa mengangguk dan menepuk-nepuk pundak Intan.

About Me

 
Story© Diseñado por: Compartidisimo