Pages - Menu

topbella

Minggu, 29 Mei 2011

Friendship Becoming a Hostility (Part 5)

Intan berlari menuju parkiran sekolah seorang diri. Yang ia butuhkan sekarang hanyalah menjauh dari Emi. Ia benar-benar sudah muak dengan kelakuan Emi. Saking kacaunya perasaan Intan saat itu, ia tidak sengaja menabrak seorang pria dan berhubung parkiran itu sangat sepi, Intan spontan jejeritan ngga jelas sambil nutup kedua matanya.
"waaa.. Jangan culik gue! gue itu manjanya ngga ketulungan. Kalo elo nyulik gue, elo bakalan nyesel seumur hidup! Percaya deh sama gue. huaaa..", seru Intan ngalur ngidul.
"Eh, yang mau diculik siapa, yang ngancem-ngancem siapa?! Kok malah elo yang ngancem sih? Keduluan deh gue. Hahaha.", jawab pria yang disangka penculik oleh Intan.
"Akh, masa bodo! Yang penting gue udah peringatin elo. Huhuhu.", saut Intan mulai ketakutan. Tapi kok suara penculik itu terasa familiar di telinga Intan.
"Hahaha, kalo kayak gini caranya, gue tenang deh ngelepas nona manis ini sendirian. Soalnya penculik gak akan ada yang tertarik buat nyulik cewek cerewet dan manja kayak gini.", kata pria itu menahan tawa.
Mendengar kata-kata pria itu, Intan semakin penasaran, dengan rada-rada takut ia mulai membuka kedua matanya.
"Hah, Ade?! Ya ampun, sumpah gue udah ketakutan aja tau gak. Bilang kek dari tadi kalo itu elo! Dasaarr!", gerutu Intan yang mulai tenang karena pria itu ternyata bukan penculik yang ingin menculiknya.
"Habisnya elo baru nabrak langsung ngoceh plus jejeritan gak jelas gitu. Ya sekalian aja gue kerjain. hahaha.", jawab Ade jail.
"Huh, elo tu emang hobby jailin orang ya? Ngga tau orang lagi banyak pikiran apa?!", kata Intan sedikit kesal.
"Nona manis kenapa? Mau jalan sama gue? siapa tau betenya bisa ilang.", saut Ade sambil memberikan senyum termanisnya.
OMG, senyuman itu membuat jantung lompat-lompat. Ia memang paling tidak tahan kalau melihat senyuman Ade. Pipinya pun mulai merona merah saking malunya.
"Okedeh, daripada gue sendirian ga punya tujuan, mending gue ikut elo aja.", jawab Intan jaim dan langsung masuk ke mobil Ade tanpa casciscus lagi. Melihat kelakuan Intan, Ade hanya tersenyum dan segera masuk ke dalam mobilnya.
Sepanjang perjalanan Intan dan Ade berbincang ngalur ngidul. Sampai akhirnya Ade membahas tentang Emi. Ia memuji Emi habis-habisan dan mengatakan bahwa ia sangat tertarik pada Emi. Tapi bukannya memperhatikan kata-kata Ade, Intan malah melamun. Ia sadar Ade hanya menganggap dirinya teman biasa yang tak bisa lebih lagi dari itu. Dalam hatinya ia sangat kecewa dan sedih. Namun ia berusaha sebisa mungkin untuk tidak memperlihatkannya.
"Hello, nona. Apa elo denger gue?", kata Ade membuyarkan lamunan Intan. Ade sadar kalau dari tadi Intan tidak benar-benar memperhatikan kata-katanya.
"E-eh, iya kenapa de? udah nyampek ya?", jawab Intan asal.
"Nyampek pala lo peang! Gue kan udah bilang kalo gue cuma mau ngajak elo keliling-keliling doang nona! Elo kenapa sih? ada masalah?", tanya Ade penasaran.
"Uhm, ngga kok de. Gue cuma lagi kacau hari ini. Sorry, tadi elo ngomongin apa ya?", saut Intan sambil memasang tampang gue-udah-gak-punya-semangat-hidup-lagi.
"Hmm. Bukan apa-apa kok. Elo mau pulang sekarang? kayaknya elo lagi gak sehat tan.", kata Ade khawatir.
Intan hanya tersenyum kecil dan mengangguk. Setelah itu mobil Ade melaju kencang ke jalan menuju rumah Intan. Selama perjalanan pulang, tidak ada yang mencoba membuka pembicaraan. Mereka larut dalam pikiran masing-masing.

Sehabis mengantar Intan pulang, bukannya langsung balik ke rumah, Ade malah berbelok ke sebuah cafe. Sesampai di cafe itu, Ade langsung menghampiri seorang perempuan. Ternyata perempuan itu adalah Emi. Dengan sikap kecentilannya, ia mulai bermanja-manja dengan Ade.
"Elo kok lama sih de? lumutan nih gue nungguin elo.", kata Emi dengan nada sok imut.
"Sorry, gue tadi nganterin Intan pulang dulu. Oh ya, gue bawa sesuatu buat elo.", jawab Ade sambil mengeluarkan sebuah coklat batangan dan memberikannya pada Emi.
"waa, coklat! Thanks yaa. E-eh, tapi kenapa elo nganterin Intan pulang segala? dia kan bisa pulang sendiri.", tanya Emi tidak suka.
"Iseng aja. Kasian juga kalo dia pulang sendiri. Gue liat dia tadi kayaknya kurang sehat. Dari pada dia kenapa-kenapa, mending gue anterin aja dia pulang. Oh iya mi, elo belum jawab pertanyaan gue kemarin.", kata Ade. Ade kemarin sudah mengutarakan perasaannya pada Emi. Namun Emi meminta waktu untuk memikirkan jawabannya.
"Oh iya gue hampir lupa. Hmm. Gue mau nerima elo asal elo mau jauhin Intan. Gue gak suka elo deket-deket sama dia. Bisa?!", kata Emi datar.
"Loh, emang kenapa? Intan kan baik mi.", celetuk Ade bingung.
"Pokoknya elo gak boleh deket-deket sama dia, TITIK! Elo gak kenal siapa Intan yang sebenarnya. Gue udah kenal dia dari dulu. Dia tuh seneng mainin cowok. Elo bisa gak ngelakuin persyaratan gue?!", jawab Emi mulai tidak sabar.
"Masak sih? Kok gue gak ngerasa gitu ya. Iyadeh, gue bakal ngelakuin yang elo minta. Jadi, kita sekarang sudah resmi?", tanya Ade ragu-ragu. Sebenarnya ia tidak setuju dengan pendapat Emi tentang Intan. Namun bagi Ade yang terpenting saat ini adalah dia harus bisa memiliki hati Emi.
"Iya sayang.", jawab Emi sok manja. Mereka berdua menghabiskan sisa siang itu dengan lunch berdua di cafe itu. Terlihat rasa kepuasan dari wajah Emi. "I'm a winner and you're a looser Intan. Selamat menikmati hari-hari kemenangan gue.", gumam Emi dalam hati sambil tersenyum licik.

0 komentar:

Posting Komentar

About Me

 
Story© Diseñado por: Compartidisimo